Hukrim

Polda Riau Ungkap Perusakan Hutan di Kampar, Tegaskan Komitmen Green Policing

Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan saat press release.

PEKANBARU - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau berhasil mengungkap praktik perambahan hutan secara ilegal di Kabupaten Kampar. Empat orang tersangka ditangkap karena mengelola kebun sawit tanpa izin di kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung Si Abu, Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar.

Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada akhir Mei 2025. Menindaklanjuti laporan tersebut, tim Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Riau melakukan penyelidikan dan menemukan aktivitas perkebunan sawit ilegal di dalam kawasan hutan negara.

Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan mengatakan, lahan yang dibuka dan ditanami sawit oleh para pelaku diperkirakan mencapai puluhan hektare, dengan usia tanaman antara 6 bulan hingga 2 tahun.

Loading...

“Para tersangka membuka dan mengelola kebun sawit secara ilegal di kawasan hutan lindung. Ini jelas melanggar undang-undang kehutanan dan merusak lingkungan hidup,” ujar Irjen Herry, Senin (9/6/2025).

Ia menegaskan, Polda Riau berkomitmen penuh untuk menindak tegas setiap bentuk kejahatan yang mengancam kelestarian lingkungan dan sumber daya alam.

“Melindungi tuah, menjaga marwah, menjadi semangat kami dalam pelestarian lingkungan di Bumi Lancang Kuning,” tegasnya.

Kapolda menyebut, penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan adalah bagian dari kebijakan Green Policing, pendekatan Polri dalam menjaga kelestarian lingkungan secara preemtif, preventif, dan represif.

Sepanjang 2025, Polda Riau telah menangani 21 kasus kejahatan kehutanan dengan total luas lahan terdampak mencapai 2.360 hektare.

“Kejahatan lingkungan adalah kejahatan lintas generasi. Green Policing kami laksanakan melalui kolaborasi bersama DLHK, BPKH, akademisi, aktivis lingkungan, hingga media,” ujarnya.

Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, menjelaskan keempat tersangka adalah Muhammad Mahadir alias Madir (40), Buspami bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M. Yusuf Tarigan alias Tarigan (50). Mereka berperan sebagai pemilik, pengelola, hingga pihak yang memberikan lahan melalui skema adat.

Para pelaku menggunakan dokumen hibah, kwitansi jual beli, dan perjanjian kerja untuk menyamarkan aktivitas ilegal mereka.

“Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ini dengan dokumen adat. Tapi seluruh kegiatan dilakukan di kawasan hutan lindung yang dilindungi undang-undang,” tegas Kombes Ade.

Pihak kepolisian juga menyita barang bukti berupa dokumen transaksi, alat pertanian, alat berat, dan stempel lembaga adat.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja, serta Pasal 92 UU No. 18 Tahun 2013 tentang P3H, dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda Rp7,5 miliar.

Polda Riau mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan dan melaporkan aktivitas ilegal yang merusak hutan.

“Penegakan hukum harus dilakukan menyeluruh, berkeadilan, dan memberi efek jera,” tutup Kombes Ade.


Loading...







Tulis Komentar

Loading...
Video